Untitled [Eps 6]

by - 4/05/2014

Awalnya emang udah mau nyerah. Tapi entah apa, apa yang bisa membuaku sebegini sabarnya. Sebegini maunya dibeginikan. Entah. Kalau aku tau jawabannya pastilah aku sudah berhenti.

Kau pikir aku menjatuhkan hatiku karenamu? Sosokmu? 
Apa kurang? Aku sudah pergi ke  pantai. Menuliskan namamu di pasir dan menyaksikan ombak menghapusnya. Menuliskan sepatah-dua patah kata tentang ketidak ikhlasan lalu aku pulang. Aku pulang membawa pasir yang masih bersih. Simbol dari hati ini. Ia sudah aku tinggal di pantai kala itu. Begitupun dengan perasaanku padanya.

Namun apalah daya, kenapa? Kenapa ia tetap saja masih begini. Datang dan pergi sesuka hati. Ia datang dengan senyumnya yang tak berubah dari biasanya. Kemudian aku, dengan lemahnya terseret ke dalam lautan. Sedangkan aku, hanya butiran pasir di pantainya.  Kau tahu? Teryata ia punya banyak pasir.

Aku sudah mencoba membentengi hatiku darimu. Namun sepertinya, sinarmu itu tak tahu diri mencabik benteng pertahananku. Sekeras apapun aku mencoba untuk biasa saja, bukan aku tak mau, tapi hati ini, tak mampu.

Datang lagi, percaya lagi. Selalu saja seperti ini. Setelah lama aku kehilangannya, entah ia pergi ke mana, mungkin ke hati orang lain aku tak tahu. Namun ketika ia pulang, aku masih saja membuka pintu kamarnya dihatiku. 

Namun bagaimana perasaanku? Bagaimana saat aku melihat ia menuliskan sebuah inisial nama seseorang di status facebooknya? Dan ia bilang itu hanya bercandaan? Oh tuan, hati ini bukan mainan.

Rasanya pedas dan sesak sekali hati kala itu. Ia, yang kemarin baru ku jumpa hadirnya, ku simpan kenangannya, kini dengan bahagianya mencantumkan sebuah nama perempuan yang dengan bangganya ia ceritakan di komen bersama teman-temannya. Perempuan yang sudah kutahu lama mempunyai kedekatan yang lebih dengannya. Aku juga punya perasaan. Aku bisa merasakan euforia kalian yang berbeda. Lantas aku bisa apa?


Untuk kesekian kalinya, hati ini mati-matian membela ia di hadapan logika.

Masih saja, membelamu mati-matian, agar logika tidak memberikan vonis jeleknya terhadapmu.


-28 ◊ Feb ◊ 2014-

rintik hujan sore ini tak lebih banyak dari pertanyaan yang ingin aku ungkap.
Dari mulai siapa aku, siapa kamu, dan apa kita.
Lalu dari pedulikah kamu, siapa dia?

Dia yang selalu kau sapa, meski aku ada disebelahnya, di dunia maya pastinya.
Dia yang pernah kau cantumkan namanya di statusmu.
Sedangkan aku? aku ada di ban belakang.

Aku selalu ada ketika kau mau. Tapi kau? entah.
Aku lebih dulu mengenalmu dibanding ia.
Tapi aku tak tau sedalam mana kalian di luar itu.
Aku tak pernah tau, apakah tak ada alasan bagi seseorang mencantumkan inisial nama seseorang di status facebooknya.

Sementara senyum menyiksa keluar dari peraduannya.
LANTAS AKU BISA APA?
Pergi.
Ya.
Saat itu aku pergi. Aku mencoba mencari tempat yang lebih nyaman untuk kutinggali.
Lalu kamu datang lagi. Memintaku.
Dengan caramu. Hipnotismu.
Aku luluh (lagi) untuk kesekian kali.
Entah atas dasar bodoh atau cinta yang sudah mendaging aku tak tau.

LALU?
Aku ini siapa bagimu?
Taman hiburanmu?

Ketika kau butuh aku haruslah aku ada. Kau memaksa.
Dan aku tak dapat menolaknya. Entah. Aku benar-benar ingin berusaha ada untukmu. Butuh atau tidak.
Entah aku ini bodoh atau apa.

Dan kini, aku melihat kau bersamanya lagi.
Sakit ini memang datang dan pergi.

lalu aku ini apa bagimu, sebenarnya?





You May Also Like

0 comments