Untitled [Eps 4]

by - 4/03/2014

Chat tiap malam jadi kegiatan. Karaoke di tengah malam jadi hiburan.

Bagaimana bisa aku tidak bahagia, ia lelaki pertama yang mengajakku online karaoke, menghilangkan sedikit penatku disini. Mengajarkanku berteriak dalam kamar untuk membunuh sepi. Ia orang pertama yang membuat lagu "what makes you beautifull"-nya One Direction jadi begitu berkesan. Sekarang kapanpun aku mendengar lagu itu selalu ada senyum kecil di bibir ini, "aku pernah menyanyikannya, berdua", batinku.

Banyak hal yang aku kagumi darinya. Sikap carenya, seriusnya, dan bercandanya di waktu yang tepat. Berbahaya jika engkau bertemu seseorang yang romantis, dan bisa bercanda di waktu yang tepat. Bahaya. Aku mengenalnya dari dalam blognya juga. Ia seorang penulis. Tulisannya sungguh membuatku kagum kala itu. Aku jatuh cinta, dengan tulisannya.

Banyak hal yang aku dapatkan dari tulisannya, dari obrolan kami. Aku merasa ia begitu berbeda. Meski aku belum pernah bertemu dengannya namun entah apa yang membuat aku senyaman ini. And this the beautiful mess is...

30 Agustus 2013. Aku mengabulkan permintaannya. Ia ingin pergi nonton denganku katanya. Aku sudah menolaknya beberapa kali, namun ia tak berenti berusaha. Akhirnya kami pergi. Percy Jackson, film yang aku tak tau asalnya menjadi pilihan kami karena tak ada lagi. "hemm masih lama nih, sholat dulu yuk", ajaknya. Ada tangan terulur di depanku. Aku kaget bukan main. Wajahnya mengisyaratkan agar aku menggenggam tangan itu lalu mengikutinya. Dan aku lakukan. Saat itu perasaanku benar-benar campur aduk. Luar biasa. Its out of my control. Sampai besmen, dan ini adalah saat pertama aku melihatnya sholat di depanku. Akankah suatu saat aku berdiri jadi makmumnya? kemudian hati ini berdegup lebih kencang dari biasanya.

Pulang ke kosan dengan penuh malu. Aku pasti gila. Aku gila. Ia benar-benar mengajakku pergi, dan sepanjang jalan pulang kami selalu takut terlihat orang yang ia kenal. "kita kan nggak pacaran, ngapain backstreet sih", ungkapku. "Ngg...pacaran kan hanya masalah statusisasi...", bantahnya.

Esoknya masih aku dapati ia di balik layar chatku.
"Yis, jangan berubah ya walau kita udah jalan"
"Hah berubah gimana?"
"Ya gitu susah dijelasin"
"Lah ya gimana nggak ngerti"
"Ya pokoknya masih sering cerita aja, jangan ada yang berubah walau kita udah pernah pergi. Kaka gamau kehilangan eyis"
"Emang ada kehilangan sebelum memiliki?"
"Emang definisi memiliki yang kaya gimana?"
"Nggak tau"
"Dasar cewek gabisa ngmg duluan :p"
"hahaha"

Aku kira itu adalah kesalahan pertama dan terakhirku padanya. Membuat imannya turun karenaku. Duhai Allah, maafkan aku. Aku membuat seorang hambamu menjauh karenaku.



Setelah ini kami semakin dekat. Tidak secara fisik, tapi mungkin kami lebih saling mengerti satu sama lain. Mungkin. Saat-saat yang membuatku semakin yakin, untuk memantapkan hatiku.

13 September 2013. Ia bertanya apakah aku sedang sibuk. Ku jawab tidak. Aku mengira ia ingin pergi. Dan perkiraanku benar. "Aku mau survey printer nih, bisa nemenin?" Kami pergi.

Tiket nonton Frozen Ground sudah ditangan. Waktu masih begitu lama. Pergilah kami mencari printer dulu. Aku masih bermimpi. Aku masih ingin dibangunkan. Aku masih berjalan menggenggam jemarinya. Aku masih digenggamnya kemana-mana. Aku pasti gila. Aku gila. Dia siapa aku siapa. Aku gila. Saat itu ia banyak bercerita. Aku menikmati setiap cerita dan setiap pandangannya, bola matanya. Aku bisa melihat bola matanya sebegitu dekat. Bisa melihat hidungnya yang bagus itu. Tuhan, terima kasih.

27 September 2013. Ini adalah kode pertamaku. Aneh. Aku ingin sekali pergi nonton film ini, insidious 2, dengannya. Namun aku bisa apa? Tak mungkin aku bicara. Hanyalah kerasnya keyboard dan kencangnya koneksi yang bisa berkata. Twit sudah melayang di udara. Akankah ia membacanya? Semoga.

Ia membacanya. Kemudian terjadi percakapan kecil tentang ia yang menyuruhku pergi dengan teman-teman yang lain. Tak peka! Namun akhirnya, ia datang jua. Luar biasa rasanya, luar biasa ia bisa akhirnya memberikanku kesempatan untuk pergi lagi bersamanya.

Apa aku mulai gila? Atau aku mulai menikmati kegilaanku?

Sedikit harap yang kugantungkan pada jendela kamarku malam itu, yang aku inginkan tidak akan pernah terjatuh dan pecah dibanting angin.


You May Also Like

0 comments