Nasi goreng ipit-ipit

by - 6/01/2013

Dari subuh aku dan istriku sudah bangun. Dia sudah berada pada singgasananya sekarang, ya Dapur. Dapur sempit inilah yang menjadi ladang jagung bagiku dan istriku ini. Dia sudah memasak nasi untuk bahanku nanti, dan aku membantunya membereskan rumah. Mentari sudah cukup meninggi, dan pergilah istriku untuk membeli bahan-bahan untuk bekalku nanti, bekalku mencari nafkah, untuknya dan anak-anak kami.

Sore hari aku sudah siap. Aku sudah mengepak semua kebutuhanku di gerobak. Jangan sampai ada yang tertinggal pikirku, karena ruteku jauh. Pergilah aku ke sebuah tempat dimana banyak mahasiswa yang butuh makan, tapi apa masih ada mahasiswa yang mau nasi goreng ipit-ipitku? Yang tanpa ayam, ati ampela dan semacamnya, yang cara penyajiannya lama dan harus sabar, karena aku menggorengnya satu per satu. Setiap hari aku berjalan sampai sini. Sampai depan Kopma IT Telkom Sukabirus. Ku tadahkan gerobakku disana. Kutunggu beribu mahasiswa yang melewatiku. Melewatiku dengan jutaan tatapan yang aku sendiri tak tau artinya. 
Belumkah kalian lapar? Pikirku. Berbeda dengan warung-warung makan atau warung nasi goreng yang berdiri dengan kokohnya, aku hanya disini berdiri kokoh dengan tulang-tulangku, dengan gerobak sebagai dapur dan warungku. Ah, rezeki itu sudah digariskan Tuhan, tak usahlah kau berfikir negatif. Banyak mahasiswa berlalu lalang, dan datanglah 2 orang mahasiswi cantik membeli daganganku. Yang satu mie goreng, yang satunya nasi goreng. Oke nak, akan saya siapkan segera, sabar ya, pikirku. Aku menyiapkan semuanya, aku ipit-ipit tungkuku dengan cepat agar cepat matang, karena ternyata datanglah beberapa pelangganku. Aku senang sekali
------------------------------------------------------------------------------------------------------------.

“Gi aku pingin nangis”, ucap seli. “Kenapa?” Tanya Gia bingung. “Bapaknya telaten banget, liat, rajin banget, gerobaknya semuanya rapi, karet aja ampe digantung gini, setiap pake langsung dilap, liat, naro miemu aja ditengah dengan rapi gi, Subhanallah aku aja belum bias serapi itu gi” Gia hanya tersenyum. “Aku yakin nasi gorengnya rasanya bakalan enak banget,” kata seli “Udah bikinnya di ipit-ipit pake arang, pake sabar banget lagi” lanjutnya. “Iya udah udah” kata Gia
“Aku masih terharu sama bapaknya barusan” kata seli sembari jalan kerumah. “Gimana kalo yang jadi bapak itu papaku ya? Ya Allah nggak kebayang…” ucapku lirih. Seli emang hobinya mikir “If I were you, her, him, they…” dan blablabla. Dia aneh.
“Aku mau sering-sering beli nasi goreng bapaknya ah” ucapku. Rasanya mungkin tidak berbeda jauh dari nasi goreng biasanya, sama sama terbuat dari nasi dan bumbu yang sama. Tapi yang membuatnya istimewa adalah proses yang dilaluinya, berbeda dengan kompor gas yang cepat masak. Proses ini lebih banyak membutuhkan kesabaran, waktu, dan penantian. Begitu pula dengan hati kita. Jika kita menikmati proses ini dengan kesabaran, rasa nasi goreng kita pasti akan lebih enak nanti. Rasanya bukan hanya enak, tapi istimewa.

You May Also Like

0 comments