Benar Salah = Perspektif

by - 7/01/2014

Malam ini langit bertabur bintang. Tapi tak seperti hatiku. Gelap. Sedikit tergelitik ketika melihat adik manis itu memajang foto bersama kalian di sosial media. Dan aku mengikuti rasa manusiawiku yang ingin bertanya. Toh kalau itu hal pribadi yang tak boleh ditanyakan jangan diperlihatkan di sosial media. Sederhana saja. Pertanyaannya apa gerangan yang terjadi di belakang punggung saya? Apakah ada orang yang bermuka dua, atau hanya mungkin bercanda.

Namun sepertinya pertanyaanku itu dianggap sebagai umpan ikut campur. Padahal dalam hati ini tak ada rasa ingin ikut campur dan mengatur. Silahkan browsing saja, bahwa klarifikasi dan ikut campur adalah dua hal yang memiliki arti beda.

Atau mungkin cinta sudah merasuki setiap jiwa, sampai-sampai ia bisa memutar balikkan fakta. Siapa yang salah, siapa yang ikut campur duluan, diapa yang berkata semena-mena.

Kamu benar? Ya. Kamu benar

Kembali ke perspektif, di matamu kamu benar, di matanya dia benar, di mataku aku benar. Allah memang sudah memberikan otak untuk berfikir hal baik dan berbuat baik terhadap orang lain, bukan mencurangi.

Saya yang salah. Silahkan nilai saya salah. Memang rasanya diri ini lebih berharga ketika dinilai salah manusia, dinilai buruk makhluk dunia, tapi entah yang bisa menilai kita salah atau tidak hanya Dia. Realistislah...

Jika setiap orang mengaku benar maka tidak akan ada namanya pidana. Tidak akan ada hukum perdata. Karena setiap manusia memiliki perspektif mereka sendiri. Membenarkan dirinya sendiri. Saya mungkin tidak benar, tapi setidaknya saya berusaha untuk jadi orang benar. Yang mau bertindak menyelesaikan masalah, bukan hanya berkata "ya" diawal tapi berujung terbalik. Disgusting.

Jikalah semua masalah itu tidak ada "klarifikasi" maka tidak akan ada orang dipenjara. Dan cobalah buka pikiranmu, logislah. Jangan hanya berpikir dengan hati. Kadang hati itu terlalu perasa.

Dan kadang membalikkan kata itu memang amatlah mudah, men-cap seseorang buruk itu memang amatlah menyenangkan. Tapi pernahkah kau coba men-cap dirimu sendiri? Sudah benarkah? 
Ah... atau kau sudah sempurna rupanya.

Tak lupa kedewasaan berpikir memang harus lebih diajukan, daripada sembunyi dan menganggap semuanya baik-baik saja. Ah.. dewasalah kau bilang. Lalu yang selama ini menghindar ketika ditanya siapa? Rumput yang bergoyangkah? Yang selama ini menghindar ketika bertemu siapa? Orang tak kenalkah?

Jiwa dan jalan pikir manusia memang banyak rupa, menyenangkan. Namun apabila ada di suatu keadaan yang kau perlu bertanya dan memberikan argumenmu berikan saja, jawab saja. Toh umpan yang kuberi itu umpan lama. Kata-kata lawasmu semua. Kau seharusnya ahli dalam memeriksanya.

Lalu sejauh ini siapa yang benar? Kau? Anggap saja begitu. Namun yang benar di mataku cuma Ia. Tak masalah kau anggap sebagaimana. Sebahagiamu sajalah.. Toh memang aku pengalah.

Namun tak perlu lah frontal di media sosial. Fitnah orang. Setiap manusia itu punya perspektif. Benar dan salah itu hal yang tak pernah punya ukuran pastinya. Biar saja saya salah pada diri sendiri tapi benar menilai kau, daripada benar pada diri sendiri tapi salah menilai yang lain. Merugi. 

Lalu siapa yang benar? Masih mau tau?
Yang benar adalah yang berkata jujur. Yang menepati ucapannya dan tidak memutarbalikkan fakta. Yang tidak menyembunyikan sesuatu dan mencari alasan. Yang mau menyelesaikan masalah. Yang tanggap ketika ada sesuatu dan bukan malah memusuhi. Yang berusaha memaafkan sekuat hati meski tak dimintai maaf. Yang tersenyum di wajah atau di punggung orang lain. Dan yang tidak menilai buruk orang lain hanya dari satu sisi.


Dan belum ada manusia yang benar. Sudah merasa benar? Anda luar biasa.


You May Also Like

2 comments

  1. menulis dalam keadaan emosi kali ya..? hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. maaf saya nulis ini dalam 7 menit untuk meluapkan perasaan jadi maap kalo jelek ya fans~~

      Delete