Jomblo Night Part 2
Hari ini masih diambang
perbedaan, antara inikah tanggal 1 ramadhan atau besok? Muhammadiyah
mengumumkan jauh hari bahwa hari ini adalah hari pertama umat muslim
menjalankan puasa, tetapi untuk pemerintah mengumumkan bahwa 1 ramadhan jatuh
besok. Jadilah aku belum puasa hari ini.
Hari ini masih ngantor seperti
biasa. Masih makan siang seperti biasa, meski ada beberapa karyawan yang sudah
mulai puasa hari ini, banyak juga yang belum. Biarlah, bukankah perbedaan itu
layaknya macam-macam bunga ditaman yang akan menambah keindahan?
Jam makan siang udah lewat.
Setelah sholat aku dan Higia pergi nyari makan siang. Sedangkan rani pergi
kencan dengan Afri, sahabat dekatnya. Tibalah di tempat makan bebek dan ayam
kosek depan Pom Office. Disana ramai, mungkin masih banyak yang belum mulai
puasa hari ini. Langsung kita pesan apa yang kita mau. Disana pelayannya pake
baju mirip bajuku, oh God why, selalu saja makan ditempat makan mirip anak SMP,
atau mirip pelayannya, untung kali ini aku pake jaket.
Setelah selesai menyantap makan
siang terakhir ini kita bergegas pulang. Cuaca sudah tidak bersahabat. Mendung
bekas hujan masih saja betah menyelimuti kota mendoan ini. Ku pacu kuda besiku
menuju kantor, dan bresssss hujan
turun dengan derasnya. Akhirnya kita menepi di sebuah toko yang tutup. Ku
tunggu hujan reda sembari membaca mantera pereda hujan andalanku. Hujanpun
reda.
Pulang dari kantor udah sore. Ku
pacu kuda besiku buat balik ke kosan. I miss
kasur. Ku pacu kuda besiku pelan-pelan karena jalanan licin bekas hujan.
Seharian Purwokerto diguyur hujan, tapi tetep aja ini bukan Bandung, jadi nggak
akan banjir. Pulang lewat rute paling dekat, biasa ngelewatin alun-alun kota
ini. Sepi. Mungkin karena abis ujan, coba aja kemaren cuaca indah, rame dan banyak
anak kecil bermain dengan keluarganya. Dan setiap ngeliat tempat yang bersih
ini, selalu saja ingatan ini terbang ke masa beberapa tahun lalu, saat aku
masih rajin duduk-duduk di atas rumput nan hijau yang basah oleh kebahagiaan
ini.
Sampe kosan langsung ku lucuti
semua atribut yang ada di badan. Jaketku masih basah gara-gara kehujanan tadi
siang. Aku masuk kamar dan rebahan sebentar. Kemudian Higia datang.
“lis ini helmnya”
“oke”, kataku mengambil helm.
“rani udah diterminal”
“oh gitu? Lah kamu mau mudik apa enggak?”
“gatau nih aku gak bawa baju putih lagi”
“loh bisane?”
“iya aku tinggal dirumah lupa”
“besok pake baju biasa aja gi”
“gatau nih bingung”, kata Higia kemudian pergi ke kamarnya.
“oke”, kataku mengambil helm.
“rani udah diterminal”
“oh gitu? Lah kamu mau mudik apa enggak?”
“gatau nih aku gak bawa baju putih lagi”
“loh bisane?”
“iya aku tinggal dirumah lupa”
“besok pake baju biasa aja gi”
“gatau nih bingung”, kata Higia kemudian pergi ke kamarnya.
Tak butuh waktu lama untuk Higia
datang kembali ke kamar pamit untuk mudik. Oh God why aku sendirian dikosan. Semuanya mudik. Gita, Rani, dan Higia. Akhirnya aku meminjam mukena Higia
untuk malam ini. Di kamar benar-benar tidak ada mukena, kenapa juga Gita londry
semua mukenanya tanpa bilang, oh God why. Akhirnya aku pinjem mukena Higia
untuk tarawih perdana malam ini, rencananya. Padahal aku tidak tau dimana letak
masjid dekat sini. Mungkin aku mau mbolang saja ke Masjid raya malam ini.
Maghrib sudah datang. Welcome ramadhan J. Be nice for me
please. Dan sampai saat ini aku masih enggan menyentuh butiran debu eh butiran
air di bak mandi yang dingin itu. Aku masih nyaman dengan kasur.
Dengan enggan akhirnya aku masuk
kamar mandi, pegang air, lalu keluar lagi. Jomblo ngga usah mandi ngga papa lah
yah ahaha, akhirnya aku ambil air wudhu saja untuk sholat maghrib.
Abis selese sholat cacing-cacing
di perut konser bebas. Otak merespon
harus makan apakah aku malam ini? Apa ngga usah makan aja taraweh dulu? Atau
makan dulu baru taraweh? Taraweh dimana? Sama siapa? Ngga tau.
Tiba-tiba ada sms masuk. Sms
orang yang dari kemaren udah ngajakin main tapi aku tolakin terus dengan
berbagai alasan. Dia masih kekeh aja ngajakin aku keluar. Padahal ini malam
ramadhan. Karena kebingunganku akan taraweh dimana dan karena hujan sudah reda,
akhirnya ku sepakati untuk tarawih dengannya. Entahlah aku tak tau ini salah
atau tidak. Makasih ya mas, udah relain jauh-jauh mau dateng kesini cuma buat
nemenin aku tarawih disini. Makasih udah mau melewati licinnya jalanan provinsi
sana. Terimakasih juga mawar putihnya kemarin, aku belum sempat berterima kasih
kan? Kamu jadi orang terlalu baik. Atau aku aja yang terlalu brengsek.
Dikelilingi oleh orang-orang yang super baik, dan masih saja menunggu yang tak
pernah bersuara untukku. Tapi aku masih menunggu janji Tuhan, aku masih
menunggu firmannya, dan aku percaya if
you want a good boy, its simple, just be a good girl. Aku masih dalam
project doaku. Yang pernah kubaca adalah hanya
doa, satu-satunya hal yang bisa menolak takdir. Dan aku ingin
membuktikannya.
Karena orang itu berjanji untuk
sampai setengah jam kemudian, aku akhirnya beranikan untuk mandi. Masa aku
memberikan dia penghinaan sih, udah jauh-jauh masih aja aku nggak mandi. Oke
jadi cewek baik ah kali ini. Oke kamar mandi I’m coming.
Dinginnya air sudah aku lawan.
Aku udah siap. Aku sudah cantik untuk ke rumah Allah. Tapi hujan rintik-rintik
air yang disebut gerimis kian banyak dan kian cepat berhamburan di atas rumput
depan kamarku. Hujan. Dan orang itu sedang dalam perjalanannya kemari, tanpa
mantel. Apa yang harus aku lakukan? Memberinya kabar? Jelas tidak akan dibaca.
Dia pasti sedang bergegas kemari. Bagaimana ini?
Telepon berdering. Dia sudah di
depan kosanku sekarang, basah kuyup. Langit masih menangis hingga kini. Suara
iqamah sudah dikumandangkan muadzin. Bergegaslah kami ke masjid terdekat dari
kosanku. Masjid di dalam kampus STAIN (Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri).
Tarawih 23 rakaat sudah
dilaksanakan. Tidak banyak berbeda masjid ini dengan masjid depan rumah. Yang
kusuka adalah suara imamnya yang merdu ketika membacakan ayat-ayat cinta dari
Allah. Merdu. Suara-suara gini nih yang bisa bikin orang jatuh cinta.
Ku selipkan doa untuk
memberhentikan langit yang terus menangis malam ini, dan langit sudah berhenti
menangis ketika kami pergi dari masjid ini. Karena cacing-cacing di perutku
belum diberi haknya, akhirnya kami memutuskan untuk mencari makan. Di tengah
perjalanan, langit kembali menitikkan air matanya, dengan deras. Akhirnya kami
berhenti untuk berlindung dari tangisan langit ini. Tak lama sambil kami isi
dengan bicara seperti biasanya, dan orang itu tidak pernah berhenti tertawa
saat bertemu denganku. Aku tak tau kenapa sebenarnya. Dia selalu begitu, sampai
saat ini, masih saja tawanya selalu lepas di hadapanku. Setidaknya aku membuat
orang lain tertawa, walau aku tak tahu dalam hatinya seperti apa.
Hujan sudah reda. Kami
melanjutkan perjalanan malam ini sampai kedai sate. Makanan yang belum aku
makan selama 2 minggu di kota mendoan ini. Makan kali ini biasa saja, selalu
diisi dengan ceritaku yang entah kemana-mana dan tawanya yang tak pernah habis
akan kata-kataku. Padahal aku tak tau apakah yang aku ceritakan itu lucu, dia
masih dalam tawanya. Itulah yang tidak bisa ada pada orang lain. Dia selalu
bisa jadi temanku yang luar biasa, meski aku paling tidak suka ketika niatku
berteman tidak disambut baik, tapi malah jadi harapan. Dan aku benci menjadi
orang seperti aku. Aku hanya ingin berteman, terserahlah orang mau anggap aku
tukang php papa cewek ngga bener. Jig
sakalian asupkeun ka Silet.
Sudah malam, aku sudah sampai
kost. Aku masih menolak sampai saat ini untuk tawaran sahur bersamanya malam
ini. Tentu saja aku menolak, mana mungkin aku biarkan dia yang bukan siapa-siapa
aku jauh-jauh dari rumahnya disana naik motor melawan dinginnya udara dini hari
hanya untuk nemenin aku sahur. Aku lebih memilih nggak sahur sekalian daripada
harus menyusahkan orang lain seperti itu. Dengan perdebatan yang cukup serius
akhirnya akulah yang jadi pemenang, dan dia tidak bisa memaksaku lagi untuk
membiarkannya datang ke kota ini. Aku tak mau merepotkanmu lebih mas.
Akhirnya aku bisa sahur juga
setelah beberapa missed call masuk. Betapa kebonya aku ini. Alarm tak pernah
mempan. Dengan malasnya aku akhirnya bangun. Makan? Aduh malasnya, aku harus
masak nasi, nggoreng telur kalo aku mau. Tapi aku masih mengantuk. Apalagi aku
harus keluar di udara sedingin ini sendirian? Aku masih malas. Akhirnya ku
putuskan untuk tidak sahur malam pertamaku ini. Sahurku hanya ditemani air
putih. Yasudah bismillah saja. Meski masih kena omelan orang gara-gara tak
sahur dan tak memperbolehkannya datang kemari, aku tetap putuskan untuk tidak
sahur dan tidak memperbolehkannya datang ke kota ini. Dini hari dan dingin.
Mana mungkin aku mau menyusahkan orang sebegitu hebatnya?
Jomblo night malam ini diisi oleh
butiran air. Gerimis. Hujan. Jalanan licin. Dan air putih sebagai pelangkapnya.
Dan juga diisi oleh orang itu. Terima kasih, telah membuat malam pertama
ramadhan aku malam ini tidak begitu menyedihkan. Aku punya teman bicara.
Setidaknya aku tidak bicara dengan layar malam ini. Sedikit sedih ketika aku
melewatkan tarawih pertamaku ini tanpa kebersamaan mama, papa, al, el, dan doel
dalam satu masjid. Dan aku malah nyaris melewatkannya kencan dengan layar lagi.
Untung aja ada orang baik yang mau jadi temanku malam ini. Terima kasih mas TBW. Tetap jadi temanku
ya. Dan jomblo night malam ini tidak berakhir begitu mengenaskan :’D
0 comments