BondanElisHalal [5]
Lima: Akhirnya ia datang
Aku
ingin mendapatkan laki-laki baik, yang mengusahakanku dengan cara baik-baik – Elistianas
Akhirnya izin cuti sudah di tangan.
Saatnya pulang. Pagi ini aku sudah menyiapkan ranselku, yang berisi beberapa
baju, serta baju untuk hari spesial itu. Aku tersenyum dibuatnya. Abang gojek
hari ini dengan baiknya mengantarkanku pada bus yang akan membawaku pulang.
Di perjalanan yang cukup panjang
itu, apalagi akibat jembatan Cisomang yang tidak bisa dilewati, bus terpaksa
memutar melalui Bogor, sehingga memakan waktu lebih panjang dari biasanya.
Di perjalanan, sahabatku, Rizki
Budi mengirimkan sebuah pesan, disertai sebuah screenshot postingan seseorang.
Sebuah gambar seseorang yang tengah duduk di sebuah stasiun, dimana aku sendiri
sebenarnya kurang paham itu di stasiun mana, kemudian Budi bilang, “Kok aku
yang ngeliatnya so sweet gini sih. Berpisah sendiri-sendiri, yang satunya naik
kereta, yang satunya naik bis terus nanti kalian ketemu di rumahmu”.
Kemudian aku tersenyum, dan merasa
kenapa ini benar-benar indah? Allah memang tidak pernah main-main dengan
syariat-Nya. Aku benar-benar merasa apa yang aku jalani saat ini jauh lebih
membahagiakan dari hanya kebahagiaan foto mesra orang-orang yang belum halal di
sosial media. Aku benar-benar merasa bahagia.
Di perjalanan, aku membuka blogku,
dimana disana aku sering menuliskan hal yang pernah jadi buah pikiranku selama
ini. Dan kemudian, aku menemukan sebuah komentar dari seseorang di postinganku
yang berjudul “Bisa Disebut Proposal Nikah”, dan orang itu tidak lain adalah
Bondan Ari Bowo. Komentar itu tertulis beberapa hari yang lalu, ditulis oleh
seseorang yang akan aku tunggu kedatangannya beberapa hari lagi, untuk mengetuk
pintu rumahku.
Kemudian aku menyadari, “Eh kapan
ya aku nulis ini?”, kemudian aku scroll
up dan ternyata postingan itu tertulis 4 Maret 2015. Masya Allah, Allah
memang Maha Mengatur sesuatu. Khitbah akan berlangsung tanggal 4 Maret 2017.
Tepat 2 tahun Allah mengabulkan proposal nikahku. Proposal yang saat itu aku
tulis hanya dengan beberapa menit, disela-sela deadline mengejar kelulusan. Allah benar-benar mengatur semuanya,
sampai waktunya, dan semua tanpa rencana. Allah, aku sangat mencintai Engkau.
Hari Sabtu pagi, jari manisku
tiba-tiba tertusuk teko yang tiba-tiba pecah, berdarah dan tak kunjung selesai.
Sampai-sampai aku hampir pingsan. Iya, emang agak lebay aku kalau ngeliat
darah. Akhirnya aku putuskan untuk tiduran beberapa menit, sembari menahan diri
agar tidak hilang sadarkan diri.
Alhamdulillahnya, kesehatanku
membaik. Darah sudah mulai berhenti mengalir, kemudian dengan banyak hal yang
terjadi aku mulai banyak berpikir hal yang seharusnya tidak aku pikirkan. Ada
apa gerangan aku harus terluka di jari manis? Dimana jari itu akan dipasangkan
cincin nanti siang? Kalau jarinya ada
hansaplast kan nggak seru.
Sampai siang, ternyata rombongannya
tak kunjung datang. Keluarga sudah menunggu lama dan mulai bertanya,
sampai-sampai sepupuku bilang, “Lis, ini
nggak jadi deh kayaknya ya. Kok nggak dateng-dateng ya”. Saat itu pikiranku
cukup campur aduk, antara khawatir, bingung, dan takut. Aku yakin ia akan
datang, ia pasti datang. Namun yang aku khawatirkan adalah apakah mereka
baik-baik saja, apakah tidak salah jalan, dan lain sebagainya. Aku akui, ini
adalah beberapa menit yang cukup menyiksa.
Akhirnya ia datang, bersama
keluarganya. Ia memberanikan diri untuk datang mengajakku menjadi partner hidup
matinya nanti. Memintaku dari Papa untuk menjadi bidadari kehidupannya,
menemaninya menggapai surga. Alhamdulillah respon keluarga baik, dan acara
berjalan dengan lancar sesuai apa yang diharapkan. Rasanya, melihatmu duduk di
rumahku bersama keluargamu itu sangat membuatku bahagia. Jadi ini, laki-laki
yang sudah aku tunggu bertamu bersama keluarganya selama dua puluh tiga tahun?
Jadi ini, laki-laki dari sekian laki-laki yang mengusahakanku dengan cara
baik-baik yang akhirnya dipercaya Papa. Jadi ini, laki-laki yang nanti akan
jadi segalanya bagiku, oh Allah?
Alhamdulillah, segala puji bagi
Allah Tuhan semesta alam. Cincin sudah tersemat di jari manisku. Ibunya sendiri
yang memasangkannya. Aku bahkan tidak pernah bermimpi, perasaan seperti apa
yang nanti akan aku rasakan ketika ibunya meminta aku menjadi teman hidup
anaknya, memasangkan sebuah cincin guna mengikatku dan mengingatkanku agar
tidak kemana-mana.
Khitbah dalam bahasa berarti mengatakan,
menyatakan cinta seseorang. Dan ketika khitbah itu diterima, maka pihak
perempuan tidak diperkenankan menerima khitbah orang lain lagi, tanpa izin dari
pengkhitbah. Jadi, mulai hari ini, aku akan berusaha belajar menjadi calon
istri seseorang. Istri. Yang insya Allah akan menjadi bidadarinya juga di surga
nanti, aamiin.
(to be continued)
(to be continued)
0 comments