Halusnya Teguran Allah

by - 6/11/2017

Hari ini sudah menuju minggu kedua ramadhan 1438H. Sudah hampir separuh bulan kita jalani. Semoga ibadah yang kita jaga sekarang tidak hanya akan bertahan satu bulan saja, tapi juga continue dengan bulan-bulan sebelumnya. Karena kita tahu, bahwa Allah menyukai amalan hambanya yang terus-menerus walaupun sedikit.

Sore itu aku merasa Jakarta begitu panas. Matahari bersinar terik membakar semuanya. Cahayanya menembus kaca di lantai empat belas, di mushalla tempat aku menunaikan shalat ashar. Maha besar Allah yang menjadikan cahaya matahari begitu bersemangat hari ini, hingga tembus menyentuh dahiku sampai hangat. Alhamdulillah, nikmat matahari.

Sore itu aku pulang, dengan harapan ingin berbuka setelah sampai rumah. Dengan rencana untuk tidak mau lagi berbuka puasa di kantor. Mungkin makanan yang di santap sama, tapi rasa nikmat berbukanya berbeda. Apalagi tarawih di kantor tidak sama rasanya dengan di masjid rumah, sangat berbeda.

Akhirnya kuputuskan pulang tepat waktu, sebelum matahari semakin condong ke barat. Dengan bergegas aku rapikan semua peralatan kerjaku kemudian menyiapkan tas. "Mas, duluan yah!", izin sebelum meninggalkan beberapa teman-teman yang masih betah berada di kantor.

Perjalanan pulang ke halte memakan waktu sekitar lima belas menit. Aku selalu senang saat berjalan di trotoar sore hari. Dengan cahaya matahari yang menembus daun-daun yang tidak seberapa ada di sepanjang jalanan Letjend S. Parman Jakarta. Kendaraan sore ini sudah cukup padat, mereka semua mau apa sih? Berebut jalanan setiap hari.

Alhamdulillah transjakarta yang kutunggu datang, dan alhamdulillah kosong. Maha Suci Allah, terima kasih telah memberikan aku kursi sampai pulang. Jalanan Jakarta selalu macet, apalagi jika sudah mendekati waktu berbuka. Buka di rumah hari ini sepertinya belum berhasil. Kota ini masih memaksaku berbuka di atas kendaraan. Untungnya, air sudah disiapkan di dalam tas. Sekedar untuk membasahi tenggorokan karena puasa.

Tepat setelah membasahi tenggorokan, bus telah sampai di halte tujuan, aku turun. Saat turun halte badan ini sudah terasa lemas, capek. Ingin rasanya pulang dijemput, buka puasa di rumah, lelah ada teman bersandar, dan segala keluh kesah yang menjadikan aku mengeluh. Kemudian semua berubah saat jam berbuka aku melihat begitu banyak driver ojek online berhenti di pinggir jalan, duduk, berbuka puasa dengan air seadanya, dengan makanan senemunya.

"Oh Allah..."

Begitu kufur aku selama ini ya Rabb. Aku sangat iri dengan driver-driver itu. Dengan petugas kuli bangunan di depan halte pancoran barat itu. Mereka bekerja menggunakan fisik, puasa, dan tidak mengeluh. Kenapa aku ini kerja di dalam ruangan ber-ac, tidak naik tangga, semua ada lift, tidak panas sama sekali, tapi masih saja sering mengeluh lelah, apalagi menjadikan puasa sebagai alasan untuk tidak produktif. Subhanallah...

Seketika aku malu ya Allah...

Malu...

Ya Allah, berkahilah semua orang yang puasa di dunia ini. Berkahilah orang-orang yang berbuka puasa di jalanan, yang masih jauh dari keluarga, yang tidak bisa berbuka puasa dengan keluarga, terlebih lagi bagi ia yang bekerja fisik dan masih berpuasa. Ya Allah mereka berpuasa untuk Engkau, untuk itu berkahilah mereka ya Rabb..

Terima kasih atas teguran-teguranmu yang indah ini. Yang menjadikan aku mengerti. Yang memaksa aku untuk berpikir lebih jauh lagi, lebih luas lagi. Alhamdulillah...


Yaa Rabbi walhamdulillahi kama yambaghii lijalaali wajhika wa'adzimi sultonik.


You May Also Like

0 comments